KETRAMPILAN MANAJERIAL
UNTUK LEMBAGA SOSIAL MASYARAKAT
Sesi
ini akan membahas ketrampilan manajerial untuk melakukan lobbying atau
melobi dalam organisasi. Bagaimana menerapkan strategi lobby yang
efektif. Serta mengenali tehnik dan karakteristik lobbbying. Teknik ini
diperlukan oleh manajer lembaga sosial dalam berhubungan dengan para
stakeholders untuk mencapai tujuan dan sebagai salah satu upaya yang
diperlukan untuk menunjang kegiatan organisasi
3.2.1 Materi
Istilah lobbying atau kemudian menjadi “Lobi”
dalam bahasa Indonesia sering dikaitkan dengan kegiatan politik dan
bisnis. Perkembangan dewasa ini Lobi-melobi tampaknya tidak terbatas
pada kegiatan tersebut namun mulai dirasakan oleh manajer organisasi
untuk menunjang kegiatan manajerialnya baik sebagai lembaga birokrat
maupun lembaga usaha khususnya dalam pemberian pelayanan Kesehatan
Kata “Melobi” terdapat dalam kamus bahasa Indonesia dengan pengertian : melakukan pendekatan secara tidak resmi,
menilik asal kata lobi yang berarti teras atau ruang depan yang
terdapat di hotel-hotel, tempat dimana para tamu duduk-duduk dan bertemu
dengan santai kemungkinan kata lobi melatar belakangi perkembangan
istilah “melobi” yang terjadi karena kebiasaan para anggota parlemen di
Inggris yang biasa berkumpul di lobi ruang sidang dan memanfaatkan
pertemuan di ruang tersebut untuk melakukan berbagai pendekatan,
diantara persidangan.
Diwaktu
istirahat para anggota parlemen yang menginginkan dukungan bagi
usulannya dapat “ melobi” anggota yang lain diluar sidang. Dilain pihak
kelompok kelompok kepentingan yang ingin mempengaruhi hasil yang dicapai
sidang juga dapat memanfaaatkan keberadaan para anggota parelemen di
lobi tersebut untuk melakukan pendekatan. Dari kebiasaan inilah kata
“lobbyng” menjadi meluas. Pada organisasi kesehatan istilah lobbyng dan
negosiasi mulai dilihat sebagai salah satu ketrampilan untuk manajer
dalam mengelola sisi bayangan organisasi. Banyak hal yang berkaitan
dengan kebijaksanaan organisasi, pengambilan keputusan, kegiatan rutin,
program, proyek dan kegiatan penunjang yang lain membutuhkan
ketrampilan manajerial dalam melakukan lobi terutama pada para
stakeholders (pihak lain yang berkepentingan) di organisasi.
Dalam
dunia politik istilah “pelobian” adalah merupakan usaha individu atau
kelompok dalam kerangka berpartisipasi politik, untuk menghubungi para
pemimpin politik atau pejabat pemerintah dengan tujuan mempengaruhi
keputusan pada suatu masalah yang dapat menguntungkan sekelompok orang.
3.2.2 Pengertian Lobbying
Menurut Anwar (1997) definisi yang lebih luas adalah suatu
upaya informal dan persuasif yang dilakukan oleh satu pihak
(perorangan, kelompok, Swasta, pemerintah) yang memiliki kepentingan
tertentu untuk menarik dukungan dari pihak pihak yang dianggap memiliki
pengaruh atau wewenang, sehingga target yang diinginkan tercapai.
Pendekatan
secara persuasif menurut pendapat ini lebih dikemukakan pada pihak
pelobi dengan demikian dibutuhkan keaktifan untuk pelobi untuk menunjang
kegiatan tersebut
Menurut Pramono (1997) lobi merupakan suatu
pressure group yang mempraktekkan kiat-kiat untuk mempengaruhi
orang-orang dan berupaya mendapatkan relasi yang bermanfaat.
Pola
ini lebih menekankan bahwa lobby untuk membangun koalisi dengan
organisasi- organisasi lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan untuk
melakukan usaha bersama. Digunakan pula untuk membangun akses guna
mengumpulkan informasi dalam isu-isu penting dan melakukan kontak dengan
individu yang berpengaruh.
Maschab (1997) lebih menekankan bahwa lobbying adalah segala bentuk upaya yang dilakukan oleh suatu pihak untuk menarik atau memperoleh dukungan pihak lain.
Pandangan
ini mengetengahkan ada dua pihak atau lebih yang berkepentingan atau
yang terkait pada suatu obyek, tetapi kedudukan mereka tidak sama. Dalam
arti ada satu pihak yang merasa paling berkepentingan atau atau paling
membutuhkan, sehingga kemudian melakukan upaya yang lebih dari yang lain
untuk memcapai sasran atau obyek yang diinginkan. Pihak yang paling
berkepentingan inilah yang akan aktif melakukan berbagai cara untuk
mencapai obyek tersebut dengan salah satu caranya melakukan lobbying.
Dengan
demikian ada upaya dari pihak yang berkepentingan untuk aktif
melakukan pendekatan kepada pihak lain agar bisa memahami pandangan
atau keinginanmya dan kemudian menerima dan mendukung apa yang
diharapkan oleh pelaku lobbying.
Meskipun betuknya berbeda, pada esensinya lobbying dan negosiasi mempunyai tujuan yang sama yaitu menggunakan tehnik komunikasi untuk mencapat target tertentu. Dibandingkan dengan negosiasi yang merupakan suatu proses resmi atau formal, lobbying merupakan suatu pendekatan informal.
3.2.3 Karakteristik Lobbying
1. Bersifat tidak resmi/ Informal dapat dilakukan diluar forum atau perundingan yang secara resmi disepakati .
2. Bentuk dapat beragam dapat berupa obrolan yang dimulai dengan tegursapa, atau dengan surat
3. Waktu dan tempat dapat kapan dan dimana saja
sebatas dalam kondisi wajar atau suasana memungkinkan. Waktu yang
dipilih atau dipergunakan dapat mendukung dan menciptakan suasan yang
menyenangkan, sehingga orang dapat bersikap rilek dan
4. Pelaku /aktor atau pihak yang melakukan lobbying dapat beragam dan siapa saja
yakni pihak yang bekepentingan dapat pihak eksekutif atau pemerintahan,
pihak legislatif, kalangan bisnis, aktifis LSM, tokoh masyarakat atau
ormas, atau pihak lain yang terkait pada obyek lobby.
5. Bila dibutuhkan dapat melibatkan pihak ketiga untuk perantara
6. Arah pendekatan dapat bersifat satu arah pihak yang melobi harus aktif
mendekati pihak yang dilobi. Pelobi diharapkan tidak bersikap pasif
atau menunggu pihak lain sehingga terkesan kurang perhatian.
3.2.4 Target Kegiatan Lobi :
· Mempengaruhi kebijakan.
· Menarik dukungan
· Memenangkan prasyarat kontrak/ dalam kegiatan /bisnis
· Memudahkan urusan
· Memperoleh akses untuk kegiatan berikutnya.
· Menyampaikan informasi untuk memperjelas kegiatan.
3.2.5 Strategi Lobbying.
Mengingat sifatnya yang informal, tidak ada strategi baku
atau yang sudah terpola dalam kegiatan ini, melainkan sangat beragam
dan tergantung berbagai faktor aktual dan suasana setempat yang
berpengaruh. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi lobbying adalah :
1. Sitim Politik.
Kondisi
sistem akan berpengaruh pada cara- cara lobi yang yang dilakukan. Pada
sistem Politis yang demokratis dimana pendelegasian wewenang dan
keterbukaan menjadi salah satu cirinya maka lobi mudah dilakukan karena
sasaran lobi lebih jelas, dalam arti pejabat atau stakeholder sebagi
obyek lobi berada pada posisi yang telah diketahui mempunyai wewenang,
aspek aspek yang perlu diperhitungkan lebih pasti. Dalam sistim poliitik
yang demokratis selama berada dalam kerangka aturan main yang telah
ditentukan, maka orang tidak perlu takut mendapatkan resiko politik yang
tidak diperhitungkan
Berbeda
dengan sistim politik yang demokratis, dalam sistem politik yang
otoriter melakukan lobbying merupakan hal yang sulit diperkirakan kadang
pada moment yang tepat lobby dapat mudah dilakukan namun bisa menjadi
hal yang sulit. Dapat terjadi lobbying pada suatu pihak atau seorang
tokoh telah dihasilkan dukungan tertentu, tetapi kemudian hal itu
dianulir (dibatalkan atau dimentahkan oleh pihak lain yang lebih
berkuasa tanpa alasan yang jelas) sehingga lobbying yang dilakukan
menjadi sia-sia.
Dalam
sistim seperti ini maka berbagai peraturan dan perhitungan-perhitungan
rasional menjadi sulit dijadikan pegangan, karena hukum dan peraturan
ditangan pemegang kekuasaan yang bisa berubah setiap saat sesuai
kehendaknya sendiri.
2. Norma dan Etika.
Lobbying
pada intinya adalah suatu upaya untuk memaksimalkan penggunaan tehnik
komunikasi untuk mempengaruhi pihak lain yang semula cenderung
menolak, agar menjadi setuju atau untuk memperoleh dukungan. Namun
tidak berarti harus menghalalkan semua cara, norma dan etika harus tetap
dihormati dan menjadi pegangan, karena apabila tidak dilakukan lobi
akan menjadi arena atau media perantara adanya korupsi dan kolusi.
Bagi
orang yang menjujung tinggi norma dan etika, lobbying tidak perlu
disertai janji janji yang seharusnya tidak boleh diberikan ataupun
dengan mendiskreditkan pihak ketiga apalagi fitnah agar memperoleh
simpati dan dukungan dari pihak yang dilobby. Dalam
praktek banyak hal yang bisa terjadi seiring dengan dinamika
masyarakat. Pada lobbying yang melibatkan pihak pihak yang sama sama
kurang menghormati etika dan moral maka kesesuaian yang berubah menjadi
[saling] mendukung bisa saja terjadi. Namun hampir bisa dipastikan bahwa
model seperti itu akan merugikan kepentingan bersama atau kepentingan
yang lebih besar norma dan etika selalu dimaksudkan untuk kebaikan dan
kepentingan tidak saja diri pribadi tetapi juga orang lain dan
masyarakat luas
3. Norma Hukum dan peraturan
Hukum
yang dibuat untuk mengatur masyarakat agar diperoleh ketertiban dalam
kehidupan bersama harus dihormati dan dipatuhi oleh semua warga
negara. Dalam lobbying batas batas hukum juga harur tetap dihormati dan
ditaati, lobbying tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan batas batas
hukum, misalnya dengan melakukan atau memanipulasikan data dan informasi
sedemikian rupa agar yang dilobby menjadi percaya dan kemudian
mendukungnya demikian juga cara cara lain yang menipu atau menyesatkan
pihak yang dilobby sehingga memperoleh kesan atau kesimpulan yang
salah/keliru yang tentunya dilarang oleh hukum/tidak boleh dilakukan
Dengan demikian maka kejelasan batas batas hukum dan juga tegaknya hukum itu sendiri ikut mempengaruhi praktek lobbying
Sama
halnya dengan norma dan etika pelanggaran dan atau penyimpangan
terhadap hukum yang dilakukan dalam lobbying mungkin saja malah
melancarkan pendekatan yang dilakukan namun demikian hampir pasti hasil
yang diperoleh lebih banyak menguntungkan pihak pihak tertentu saja
ketimbang bagi kebaikan dan manfaat orang banyak
4.Memperhatikan adat istiadat
Adat
dan istiadat yang berkembang dalam masyarakat perlu juga
diperhatikan, lebih lebih bagi pihak yang melakukan lobbying harus
dijaga agar tidak ada tindakan yang dianggap bertentangan dengan adat
istiadat yang dihormati oleh sasaran lobby karena akan menimbulkan
antipati atau paling perasaan kurang simpati misalnya lobbying dilakukan
pada orang yang sedang berduka cita atau sedang terkena musibah
5. Mengetahui siapa yang akan dilobby
Keberhasilan
lobbying juga dipengaruhi oleh siapa yang akan dilobby, karena sifat
dan perilaku orang bermacam macam. Ada orang yang kompromatis ada yang
kaku ada yang suka bercanda dan terbuka sementara juga ada yang mudah
tersinggung.
Latar
belakang pendidikan sosial dan ekonomi juga beragam demikian pula
pandangan dan visinya terhadap suatu hal sehingga sikapnya terhadap
lobby juga bisa berbeda beda
Bagi
pihak yang melakukan lobbi adalah sangat penting untuk memahami siapa
yang akan dilobby sehingga bsa mengatur dan merancang teknik komunikasi
yang sebaik baiknya sesuai dengan sifat, pandangan, kegemaran, dan
lainnya dari pihak yang dilobby, sehingga dapat mengundang simpati dan
dukungan yang diharapkan
6. Siapa yang melobi
- Pelaku
Lobi adalah mereka yang berada pada pihak yang paling memerlukan
sehingga harus aktif, melakukan pendekatan tidak sekedar menunggu. Dengan
demikian maka peranan atau pihak yang melobi sangat penting. Sedemikian
pentingnya sehingga orang yang melakukan lobi haruslah orang yang
mempunyai kemampuan tertentu. Kemampuan tersebut bukan saja bersifat
intelegensia berupa kecerdasan, penguasaan terhadap masalah yang
dihadapi, keleluasaan pengetahuan dan wawasan, mempunyai sikap yang baik
dan penampilan yang menarik dalam arti menyenangkan, serta mempunyai
kredibilitas. Orang yang integritasnya diragukan atau kurang dipercaya,
akan mengalami kesulitan apabila melakukan lobbying .
- Disamping
itu sesuai dengan esensi lobbying itu sendiri maka pelaku lobby harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik , sabar, dan telaten ( tidak
mudah tersinggung dan marah)
3.2.6 Cara- Cara Melobi
1. Tidak langsung :
· Lobby
bisa dilakukan dengan cara tidak langsung hal ini mengandung
pengertian tidak harus satu pihak atau satu orang yang berkepentingan
menghubungi mendekati sendiri pihak lain yang mau dilobby.
· Pendekatan
itu bisa dilakukan dengan perantaraan pihak lain [terutama yang
dianggap punya akses atau mempunyai hubungan yang dekat dengan pihak
yang dilobby].
· Dalam
hal seperti ini maka satu hal yang sangat penting diperhatikan oleh
pihak yang melobby adalah kepercayaan atau kredibilitas pihak ketiga
yang dijadikan perantara atau penghubung tersebut
· Kendala
lain jangan sampai gara gara lobbying yang dilakukan dengan menggunakan
jasa pihak lain [pihak ketiga] justru merusak hubungan yang sudah ada,
karena kesalahan atau ulah pihak ketiga tersebut
· Kendala
lain dalam menggunakan cara tidak langsung adalah pihak ketiga atau
perantara tersebut tidak selalu menguasai atau mengerti permasalahan
atau obyek yang jadi sasaran. Disamping itu apabila obyek yang jadi
sasaran bersifat rahasia maka akan membuka kemungkinan bagi kebocoran
terhadap rahasia tersebut.
2. Langsung
Berbeda
dengan cara tidak langsung maka disini pihak yang berkepentingan
[berusaha] harus bisa bertemu atau berkomunikasi secara langsung dengan
pihak yang dilobby dengan kata lain pihak pihak yang terlibat bertemu
atau berkomunikasi secara langsung tidak menggunakan perantara atau
pihak ketiga cara langsung ini jelas lebih baik dari pada cara tidak
langsung tetapi kendalanya adalah bahwa :
a. Pihak pihak yang terlibat tidak selalu saling mengenal
b. Tidak semua orang mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan baik
c. Kesan
terhadap pribadi tidak selalu sama dengan dengan kesan terhadap
lembaga. Jelasnya seseorang mungkin saja kurang suka atau kurang
menghormati orang tertentu tetapi terhadap lembaga yang dipimpinnya dia
tidak ada masalah dalam hal seperti ini tentu akan lebih baik apabila
yang melakukan lobby adalah orang lain atau staf pada lembaga
tersebut
3. Terbuka
- Yang
dimaksud dengan cara terbuka adalah lobbying yang dilakukan tanpa
ketakutan untuk diketahui orang lain Lobby yang dilakukan secara terbuka
memang tidak harus berarti dengan sengaja diekspose atau diberitahukan
kepada khalayak, tetapi kalaupun diketahui masyarakat bukan merupakan
masalah.
- Lobbying
dengan cara terbuka ini biasanya dilakukan oleh dan diantara kelompok
misalnya pendekatan yang dilakukan oleh OPP atau partai politik tertentu
pada salah satu Organisasi Massa atau sebaliknya dan antara suatu Ormas
pada Ormas yang lain
4. Tertutup
-
Yang dimaksud lobbying dengan cara tertutup adalah apabila lobbying
dilakukan secara diam diam agar tidak diketahui oleh pihak lain apalagi
masyarakat
-
Lobbying dengan cara ini biasanya bersifat perorangan yaitu yang
dilakukan secara pribadi atau oleh seseorang pada orang tertentu
Lobbying cara ini dilakukan karena apabila sampai diketahui oleh pihak
lain maka bisa berakibat negatif atau merugikan pihakyang melakukan
lobby tersebut maupun pihak yang dilobby
3.2.7 Cara Lobbying
Agar
lobbying yang dilakukan berhasil dengan baik atau sekurang kurangnya
tidak menimbulkan penolakan yang mungkin keras atau sikap antipati maka
perlu kiranya diperhatikan beberapa petunjuk teknis sebagai berikut:
1. Perlu mengenal/mengindentifikasi target lobby dengan baik.
- Hal
ini sangat perlu karena teknik yang akan dipergunakan tergantung dari
siapa yang akan dilobby.Untuk mencapai keberhasilan yang optimal, maka
pelobby harus memahami atau mengenal dengan baik sifat, sikap dan
pandangan bahkan mungkin perilaku orang (orang-orang) yang akan dilobby.
- Pengenalan
ini diperlukan agar bisa ditentukan cara pendekatan yang akan
dilakukan,atau pemilihan teknik komunikasi yang akan dipergunakan.
Mendekati orang yang mudah tersinggung dan selalu serius dengan
mendekati orang yang penyabar dan suka bercanda, tentu sangat
berbeda.Kekeliruan atas hal ini akan berakibat fatal.
2. Perfomance /Penampilan diri yang baik.
Seorang
pelobby harus mampu menampilkan diri dengan baik, sehingga
menimbulkan kesan yang positif bagi pihak yang dilobby.Penampilan diri
ini tidak berarti semata-mata hannya bersifat fisik (lahiriah) seperti
pakaian dan sebagainya, tetapi juga kepribadian dan intelektualita.
3. Memperhatikan situasi dan kondisi.
Situasi
dan kondisi yang ada atau melingkupi suasana lobbying harus
diperhatikan oleh pelobby, demikian pula perubahan-perubahan yang
terjadi. Hal ini terutama sangat penting dalam penggunaan cara
menyampaikan pesan.
Di
tempat umum misal di restoran, atau ditempat terbuka misal dalam
olahraga cara berbicara yang dipakai tentu berbeda dengan apabila
dirumah atau dikantor. Tentu tidak tepat berbicara keras-keras diantara
banyak orang lain, sementara dengan berbisik-bisik di dalam rumah justru
akan menimbulkan kesan yang negatif bagi tuan rumah.
Pada
saat pembicaraan tengah berlangsung dan dianggap lancarpun, pelobby
harus tetap memperhatikan situasi dan kondisi yang sewaktu-waktu bisa
berubah. Jangan meneruskan ketika ada orang lain datang atau alihkan
pada topik lain dengan cara yang wajar, karena meskipun mungkin pelobby
tidak berkeberatan, tetapi mungkin yang dilobby yang tidak berkenan.
Hal
lain yang perlu diperhatikan mengenai cara menyampaikan pesan adalah
berkaitan dengan pihak yang dilobby. Apabila pihak yang didekati adalah
pribadi atau orang-orang tertentu maka cara yang dilakukan bersifat
persuasif. Usahakan untuk mengundang simpati dan dukungan yang
bersangkutan. Tetapi apabila yang didekati adalah kelompok maka pesan
yang disampaikan harus mengandung argumentatif.
Pelobby
harus menyampaikan alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang
logis dan rasional yang bisa membuat pihak yang dilobby menjadi lebih
jelas, lebih mengerti dan memahami obyek sasaran sehingga pada
gilirannya mereka bisa menerima dan mendukung.
4. Mengemas pesan.
Seeorang
akan mudah tertarik bila menyaksikan sessuatu dikemas atau diatur
dengan rapi sebagaimana misalnya makanan yang disajikan dimeja makan
yang ditata rapi dan indah tentu akan menimbulkan selera yang berbeda
apabila hanya disajikan dalam bungkusan atau kotak.
Sama
halnya dalam masyarakat kita memberikan sesuatu dengan tangan kanan
dengan tangan kiri pasti akan menimbulkan kesan yang berbeda.
Dalam
melakukan lobbying seorang pelobby harus bisa menyampaikan atau
menyajikan pesan yang dibawanya kepada pihak yang dilobby agar tertarik
dan kemudian memperhatikan ,sehingga bisa mengerti dan memahami apa
yang diinginkan dan pada gilirannya dapat menerima dan ahirnya
mendukung.
5. Jangan takut gagal
Pepatah
mengatakan kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Adalah hal yang
biasa bahwa tidak semua usaha pasti berhasil apalagi dalam waktu cepat
dan singkat, lebih-lebih dalam lobby. Lobbying dilakukan untuk membuat
atau mengubah pihak atau orang yang semula tidak suka menjadi suka, yang
semula menolak menjadi menerima dan dan yang menentang menjadi
mendukung.
Dengan
demikian maka ada kalanya memang sulit merubah sikap tersebut, apalagi
kalau sikap semula yang ditunjukan keras. Dalam keadaan tetentu
merupakan hal yang biasa apabila orang cenderung menjaga gengsi,
sehingga tidak perlu mudah mengalah kmeskipun dalam akal dan hatinya
mengakuinya.
Oleh
karena itu maka dukungan yang diharapkan tidak selalu bisa diperoleh
berulangkali. Dengan demikian maka pelobby tidak boleh takut gagal, dia
harus memiliki optimisme, telaten, sabar, gigih dan fleksibel.
Ketakutan
akan gagal, membuat orang menjadi mudah cemas,kurang percaya diri dan
kemudian mudah gugup sehingga sangat mengganggu penampilannya. Kalau
sudah demikian maka justru akan merusak lobbying yang dibangunnya,
sehingga akan menggagalkan lobby yang dilakukan. Kalaupun pada akhirnya
ternyata gagal, tidak boleh membuat pelobby frustasi Karena kegiatan
lain atau masalah lain akan selalu muncul dan lobbying kembali akan
harus dilakukannya.
3.2.8 Langkah-Langkah Persiapan :
1. Menguasai masalah yang dibicarakan
2. Mulai berbicara bila situasi telah memungkinkan
3. Mengarahkan dengan tepat agar dapat memancing perhatian
4. Cara berbicara harus jelas dan jangan terlalu cepat, mengatur volume suara, dan mempersiapkan kata –kata dengan baik.
5. Memperhatikan sikap, pandangan mata, gerak gerik yang membantu
6. Sopan, saling menghormati, dan menyiratkan rasa persaudaraan .
3.3 NEGOSIASI
KETRAMPILAN MANAJERIAL
UNTUK LEMBAGA SOSIAL MASYARAKAT
Modul
ini akan membahas ketrampilan manajerial untuk melakukan Negosiasi atau
melakukan proses kesepakatan antara pihak pihak yang bermasalah.
Ketrampilan ini akan diperlukan oleh manajer lembaga sosial masyarakat
dalam hubungan kerja dengan para stakeholders / donatur atau dengan
pihak lain yang terkait dengan organisasi.
Negosiasi
diperlukan sebagai salah satu upaya untuk menunjang kegiatan organisasi
dan dalam mencapai tujuan organisasi. Pemahaman mengenai bagaimana
menerapkan strategi negosiasi mengerti model pendekatan tujuan dan
prinsip–prinsip negosiasi serta mengenali modal dan karakteristik
negosiasi.
3.3.1 Pengertian Negosiasi
Istilah
negosiasi yang terdapat pada kamus besar bahasa Indonesia adalah :
proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima
guna mencapai kesepakatan antara satu pihak dan pihak yang lain dapat
berupa kelompok atau organisasi
Negosiasi
juga diartikan sebagai suatu bentuk penyelesaiaan sengketa secara damai
melalui perundingan antara pihak pihak yang bersengketa. Istilah ini
berkembang dari dunia para diplomat baik yang menjabat sebagai duta
besar, kuasa usaha atau konsul yang bergerak dalam kegiatan diplomasi.
Kegiatan dilakukan untuk kepentingan negara yang diwakilinya saat
dinegara manapun para diplomat itu ditempatkan.
Pengertian
diplomasi secara sederhana yang dikemukan oleh Anwar. DF adalah sebagai
praktek prakatek atau kegiatan dari lembaga lembaga yang berlaku
diantara negara-negara dalam hal ini pemerintah dalam berhubungan antara
satu dan yang lain. Salah satu bentuk kegiatan yang digunakan adalah
“negosiasi”. Jadi Negosiasi merupakan salah satu fungsi vital dari para
diplomat. Diplomasi bertujuan untuk memajukan kepentingan kepentingan
nasional dalam bidang politik maupun ekonomi, sebagai contoh adalah
kepentingan kemerdekaan suatu negara , keamanan dan integritas
teritorial.
Dalam
permasalahan kenegaraan, negosiasi merupakan proses yang komplek untuk
mengatasi isu-isu atupun perbedaan pendapat dari negara negara yang
bersengketa atau bermasalah, dengan demikian diharapkan dapat
menghasilkan suatu kesepakatan diantara negara yang bersangkutan.
3.3.2 Persetujuan dan Konvensi
Kesepakatan
yang dihasilkan oleh Negosiasi bilateral disebut sebagai “persetujuan”.
Pada istilah ini mengandung sifat kesepakatan yang lebih sempit atau
secara tehnikal saja terhadap masalah masalah yang dikemukakan
Sedangkan kesepakatan yang dihasilkan oleh negosiasi-negosiasi dari
multilateral disebut “Konvensi” biasanya bersifat pembentukan undang-
undang atau peraturan bersama.
Dalam
mengelola organisasi manajer selalu dihadapkan pada kegiatan saling
mempengaruhi atau lobby dan upaya mewujudkannya dengan kesepakatan atau
Negosiasi Dibandingkan dengan lobby yang bersifat non formal, Negosiasi
merupakan proses resmi atau formal.
3.3.3 Definisi
Beberapa pendapat menyebutkan bahwa negosiasi berkaitan dengan kemampuan komunikasi dari seseorang sehinggai menurut Wahab
(1997) negosiasi adalah : alat dasar untuk memperoleh hal yang di
kehendaki dari pihak lain. Sehingga dapat definisikan sebagai:
“Komunikasi
timbal balik yang dirancang untuk mencapai persetujuan ketika terdapat
dua pihak dengan kepentingan bersama, dan salah pihak ada unsur yang
menentang”
Pramono (1997) mengacu pendapat dari Folwer menyebutkan bahwa Definisi negosiasi:
“
adalah proses interaksi dengan mana kedua pihak atau yang lebih perlu
terlibat secara bersama didalam hasil akhir kendati pada awalnya
masing-masing pihak mempunyai sasaran yang berbeda beruasaha untuk
menyelesaikan perbedaaan mereka dengan menggunakan argumen dan persuasi
untuk mencapai jalan keluar yang dapat diterima bersama”
Dari
definisi tersebut tersirat adanya suatu proses dalam jangka waktu
tertentu yang harus diikuti dengan strategi( akan diuraikan pada
strategi organisasi). Sehingga dalam menetapkan tahap-tahap yang ada
selain strategi diperlukan pula ketrampilan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dalam tahapan dalam negosiasi yang dapat dibagi menjadi 3
tahapan.
3.3.4 Tahapan dalam Negosiasi
1. Tahap Awal
Tahapan awal yang perlu dipahami adalah :
Tahap sebelum negosiasi pelaku atau organisasi perlu mengetahui kejadian kejadian yang melatar belakangi suatu permasalahan.
Untuk
memudahkan identifikasi permasalahan dapat dibuat urutan daftar
pertanyaan yang jawabannya akan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan
strategi pada tahapan selanjutnya, Contoh pertanyaan yang dapat disusun
pada tahap ini diantaranya adalah :
a. Apakah pokok permasalahannya ?
b. Apakah Negosiasi memang perlu dilakukan ataukah dapat diupayakan dengan kemungkinan lain
c. Bagimana kondisi hubungan kedua belah pihak apakah dimungkinkan untuk diadakan suatu kesepakatan atau tidak
Apabila
daftar pertanyaan tersebut ditemukan bahwa kedua pihak memang
membutuhkan kesepakatan maka tahap negosiasi selanjutnya dapat
direncanakan berikut strateginya. Namun apabila salah satu pihak tidak
berkeinginan untuk membuat kesepakatan maka negosiasi menjadi sulit
untuk dilakukan. Dalam kondisi seperti ini diperlukan upaya pendekatan
dalam bentuk lain misalkan lobby atau memanfaatkan pihak lain untuk
membicarakannya.
2. Tahap selama berlangsungnya negosiasi
Pada tahap ini beberapa hal yang harus disiapkan oleh para pihak yang akan melakukan perundingan adalah :
· Menetapkan permasalahan pokok dengan menyatukan perbedaan dan pembuat pengertian yang sama terhadap permasalahan
· Menetapkan posisi awal
· Menyiapkan argumentasi
· Mengembangkan kemungkinan dari permasalahan
· Menetapkan proposal yang merupakan gagasan baru yang menjurus kearah kesepakatan, sifat fleksibel dan dapat dimodifikasi.
· Menetapkan
dan menandatangani proposal akhir yakni jalan keluar yang dipilih guna
mengatasi perbedaan pendapat dari pihak yang berunding
3. Tahap sesudah negosiasi.
Kegiatan
pada tahap ini adalah pelaksanaan program persetujuan, masing-masing
perlu mengetahui apa yang dilakukan, siapa yang melakukan dan waktu
pelaksanaannya. Tim kedua pihak dapat melakukan peninjauan pelaksanaannya untuk menjamin pelaksanaan komitmen bersama.
Dalam
hubungan ini meskipun skala dan pokok bahasan berbeda dan berada pada
suasan formal maupun informal. namun masing-masing pihak yang terlibat
tahu bahwa mereka sedang bernegosiasi.
3.3.5 Kondisi yang Memerlukan Negosiasi
Untuk
menentukan apakah perlu atau tidak melakukan negosiasi, maka untuk
negosiasi terdapat beberapa kondisi yang harus ada. Dalam arti apabila
kondisi tersebut tidak ada maka tidak banyak gunanya untuk melakukan
negosiasi
Busyairi (1997) mengemukakan bahwa menurut Schoonmaker ada tiga kondisi yang memerlukan adanya negosiasi yaitu :
a. Adanya pertentangan pendapat atau kepentingan
b. Ada
beberapa pilihan kemungkinan untuk pemecahan masalah , apabila hanya
ada satu saja kemungkinan maka tidak perlu dilakukan negosiasi
c. Ada
kemungkinan untuk saling kompromi: Kondisi ini akan memberi peluang
memuaskan semua pihak dengan pengertian tidak semua keinginan akan dapat
diperoleh, sebagian hak akan dilepaskan agar dapat memperlancar
kegiatan kesepakatan
3.3.6 Prinsip Negosiasi
Negosiasi
atau perundingan bertujuan menghasilkan sesuatu yang memuaskan pihak
pihak yang berunding, biasanya disebut kesepakatan atau persetujuan.
Prinsip – Prinsip dalam negosiasi menurut Maschab (1997) adalah :
1. Bersifat formal
Negosiasi
atau perundingan sifatnya formal, ditandai dengan terjadinya suatu
proses tawar menawar dari berbagai kepentingan yang berbeda yang
diupayakan untuk diurai dan dimusyawarahkan agar memperoleh kesepakatan
dan diterima oleh semua pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu maka
negosiasi selalu dilakukan dengan cara yang teratur, dengan jadwal
tertentu, dengan proses dan teknik tertentu, termasuk acara-acara yang
bersifat seromonial didahului dengan pidato pengantar, dilanjutkan
dengan penanda tanganan naskah persetujuan dll.
2. Bentuknya baku.
Negosiasi
biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang
berbeda atas obyek atau sasaran yang sama. Disamping itu pihak-pihak itu
juga merasa mempunyai hak dan kedudukan yang sama, oleh karena itu maka
negosiasi atau perundingan mempunyai bentuk yang baku yaitu pihak-pihak
yang berunding biasanya duduk berhadap-hadapan, dan melakukan
komunikasi langsung atau tatap muka.
3. Pelakunya telah ditentukan.
Aktor
atau pelaku dalam negosiasi telah ditentukan atau dipilih sehingga
tidak semua orang boleh ikut dalam suatu perundingan. Yang ikut terlibat
dalam perundingan adalah orang-orang yang telah dipilih dan diberi
mandat atau wewenang unuk itu. Para peserta perundingan tersebut
biasanya disebut dengan utusan, wakil, atau delegasi
Apabila
karena sesuatu hal ada peserta/pelaku yang harus diganti maka perubahan
atau pergantian tersebut harus diberitahukan kepada pihak yang lain
atau lawan rundingnya. adakalanya pergantian harus dengan persetujuan
pihak lain/lawan runding
4. Tempat dan Waktu ditentukan berdasar kesepakatan
Tempat
dan waktu perundingan ditentukan dengan pasti dan disepakati oleh
pihak-pihak yang berunding. Dalam kasus-kasus yang pelik, soal tempat
dan waktu ini adakalanya membutuhkan perundingan tersendiri.
5. Pendekatan 2 arah,masing-masing pihak berusaha mempengaruhi
Negosiasi
dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang saling membutuhkan sehingga
semua pihak ingin mempengaruhi pihak lain sebagai lawan rundingnya.
Masing-masing berusaha agar keinginannya itu diterima atau disetujui
pihak yang lain. Keengganan atau sikap kurang sungguh-sungguh dari salah
satu pihak bisa sangat mempengaruhi sikap pihak yang lain, sehingga
pihak tersebut tidak mau melanjutkan negosiasi atau perundingan atau
menjadi gagal.
6. Target
Sasaran
yang ingin dicapai oleh suatu negosiasi adalah diperolehnya suatu
kesepakatan atau adalah kesepakatan atau persetujuan yang bisa diterima
oleh pihak-pihak yang berunding.
3.3.7 Strategi Negosiasi
Dalam
uraian tahapan negosiasi diatas telah disebutkan, apabila tahap awal
telah dilalui maka tahap selanjutnya adalah tahap dimana negosiasi
memang diperlukan memasuki tahap berlangsungnya negosiasi. maka
ketrampilan dan strategi dibutuhkan pada tahapan ini,
Untuk
melakukan negosiasi selain ketrampilan individu ada beberapa hal yang
harus diketahui atau disiapkan sebagai strategi oleh pelaku atau
negosiator sebagaimana yang dikemukan oleh Maschab (1997) , yaitu;
a). Pelaku/Negosiator harus tahu persis target yang ingin dicapai.
Seorang
negosiator tidak selalu merupakan orang pertama atau pimpinan, atau
pengambil keputusan di lingkungannya, oleh karena itu dia harus
mengetahui dengan tepat apa yang diinginkan oleh pimpinannya atau
lembaga yang diwakilinya.
Adalah
hal yang sangat mengganggu atau tidak baik apabila dalam suatu
negosiasi ada peserta atau utusan/wakil pihak yang berundingharus
sering meninggalkan tempat atau bolak-balik harus berkonsultasi kepada
pimpinannya atau lembaga yang diwakilinya karena ketidaktahuannya
mengenai apa yang diinginkan pimpinan atau lembaga tersebut.
b). Pelaku/ harus memiliki wewenang untuk melakukan negosiasi.
Seseorang
negosiator harus mempunyai wewenang untuk menerima atau menolak
keinginan lawan rundingnya dan membuat kesepakatan dalam perundingan
tersebut.Tidak boleh terjadi suatu pandangan atau keinginan serta
kesepakatan yang telah diterima oleh para perunding kemudian dimentahkan
kembali atau ditolak oleh pimpinan dari lembaga yang
diwakilinya.Apabila terjadi hal begitu maka bukan saja akan merusak
kredibilitas para wakil atau perunding itu sendiri/tetapi juga nama baik
lembaga yang bersangkutan.
c). Perlu mendalami masyalahyang dirundingkan secara baik.
Setiap
perunding harus menguasai atau memahami dengan baik permasyalahan yang
dirundingkan.Pemahaman atas semua aspek dari obyek perundingan akan
sangat membantu menumbuhkan pengertian ataukesediaan tawar-menawar
dengan pihak lain;karena dalam perundingan tidak ada pihak yang mau
menang sendiri.
d). Perlu mengenali lawan rundingnya dengan baik.
Seorang
perunding juga perlu mengenali lawan rundingnya dengan baik agar dia
bisa menemukan cara untuk menarik perhatian, memahami argumentasi yang
diajukan dan kemudian menyetujuinya.Pengenalan lawan runding tersebut
tidak hanya mengenai kepribadiannya tetapi juga mengenai pengetahuan dan
pandangannya terhadap masalah yang sedang dirundingkan baik mengenai
kekuatan maupu kelemahannya.
Meskipun
suatu perundingan tidak sama dengan peperangan, tetapi mungkin bisa
dinalogkan dengan semacam axioma yang menyatakan bahwa ‘mengetahui
kekuatan dan kelemahan lawan adalah separoh kemenangan.
Hal
ini terasa sekali manfaatnya apabila perundingan yang dilakukan
melibatkan lebih dari 2 pihak, karena penguasaan atas masalah dan
pemahaman atas kekuatan dan kelemahan lawan bisa dipergunakan untuk
memperoleh dukungan dari pihak ketiga atau yang lain sehingga secara
bersama-sama kemudian mendorong atau menekan lawan runding untuk
menerima keinginannya
e). Perlu memahami mana hal-hal yang prinsip atau bukan prinsip.
Seorang
perunding diberi wewenang untuk menerima atau memberikan persetujuan
usulan atau keinginan lawan runding. Agar apa yang dilakukan tidak
bertentangan atau menyimpang dari kemauan pimpinannya atau lembaga yang
diwakilinya, maka perunding harus mengetahui hal-hal yang prinsip bagi
pihaknya dan hal-hal mana yang bukanprinsip .Hal-hal yang prinsip tentu
saja tidak boleh diabaikan apalagi dikorbankan dalam perundingan.
Dalam
perundingan yang biasanya juga dilakukan tawar-menawar untuk memberi
dan menerima, maka yang boleh dipertaruhkan adalah hal-hal yang tidak
prinsip.Pelanggaran atas hal-hal yang prinsip bisa mengakibatkan
dibatalkannya kesepakatan yang telah dicapai atau kalau dalam
perjanjian-perjanjian internasional maka ratifikasi atas hasil persetujuan tersebut tidak dapat diberikan sehingga perlu ditinjau kembali.
3.3.8 Model Pendekatan Negosiasi
Model
pendekatan organisasi akan sangat tergantung dengan bentuk organisasi
yang ada. Menurut Busyairi (1997), pada organisasi pemerintahan yang
mengandung unsur-unsur besar seperti : legislatif, eksekutif dan
yudikatif, akan lebih banyak memerlukan perundingan perundingan untuk
mencapai kesepakatan.
Begitu
pula halnya pada masing-masing unsur atau bagian dari organisasi
tersebut akan selalu terjadi negosiasi. Hal ini terjadi karena dalam
organisasi itu terdapat hubungan antara dua pihak yang mempunyai cara
pandang, dan nilai nilai yang berbeda yang berakibat adanya perbedaan
kepentingan, namun menghendaki adanya kesepakatan bersama. Sehingga
diperlukan suatu pendekatan untuk lebih memahami permasalahan
Terdapat 2 model pendekatan yaitu :
1. Model pendekataan menang-menang atau kooperatif
2. Model pendekatan Menang kalah atau kompetitif.
Model pendekatan kooperatif menurut Busyari( 1997) mengacu pendapat Schoonmaker : layak dilakukan apabila :
1. Masalah yang dinegosiasikan menyangkut kepentingan bersama.
2. Antar pihak yang bernegosiasi terdapat hubungan saling mempercayai.
Negosiasi menang-menang adalah merupakan model negosiasi yang lebih besar peluang keberhasilannya daripada model menang kalah. Karena kemenangan yang diperoleh satu pihak tidak berarti kekalahan pihak lain.
Pada model pendekatan menang – kalah atau kompetitif untuk memenangkan negosiasi diperlukan 4 langkah :
1. Menjelaskan komitmen secara tegas tentang apa yang dikehendaki.
2. Menunjukan akibat akibat yang akn terjadi jika keinginan tersebut tidak tercapai.
3. Menghalangi atau menghadang lawan untuk meraih keinginannya.
4. Menunjukan jalan keluar yang bisa menyelamatkan muka lawan dengan menawarkan konsesi pengganti atau penghibur.
Bentuk
negosiasi ini tidak harus menggunakan kekerasan, atau ancaman karena
bagiamanapun sikap ksatria dengan menjunjung tinggi norma, etika, hukum
dan menghormati adat istiadat akan tetap lebih utama.
3.3.9 Modal Negosiasi
Faktor
dominan dari negosiasi adalah adanya kepecayaan antar pihak dan
kekuatan yang menjadi modal untuk terjadinya kesepakatan . Busyairi (1997) menyebutkan ada 8 sumber kekuatan yang dapat dijadikan modal untuk negosiasi. Sumber kekuatan tersebut adalah :
1. Otoritas
Otoritas
atau kewenangan yang diperoleh karena posisi hirarkis yang dipegang
atau karena peran yang dimainkan dalam organisasi, Dengan kata lain
memiliki kewenangan yang diperoleh sebagai kekuatan formal .
Misalnya Otoritas terhadap bawahan
2. Memiliki Informasi lebih dulu dan keahlian.
Pihak
yang memiliki informasi dan pengetahuan tentang cara memecahkan
masalah, akan mempunyai kekuatan dan lebih mudah dalam pengambilan
keputusan. Bagi yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu akan
mempunyai kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai sesuatu yang
berkait dengan pengetahuannya atau keahlian di bidangnya
3. Kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap penghargaan/ reward.
Pihak
yang dapat memberi pekerjaan, uang, dukungan politik maupun penghargaan
dalam bentuk lain dapat memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
kesepakatan atau keputusan.
Suatu
contoh pada keadaan adanya sengketa atau friksi antara buruh dan
pimpinan perusahaan, pihak pimpinan berada pada posisi pengendali
penghargaan, karena mereka menyediakan pekerjaan dan upahuntuk buruhnya.
Sedang pihak buruh mempunyai kekuatan lain yakni mogok kerja,karenanya
posisi kedua pihak ini dalam bernegosiasi cukup seimbang.
Namun
yang sering terjadi kekuatan pimpinan perusahaan bertambah besar
karena memperoleh tambahan dari pihak luar dalam bentuk kekuatan
pemaksaan melalui kekerasan, sehingga modal negosiasi antara pimpinan
pabrik dan buruh menjadi tidak seimbang, pihak buruh menjadi lebih
lemah.Ahirnya kesepakatan yang dihasilkan lebih merupakan hasil paksaan
oleh yang lebih kuat kepada yang lebih lemah.
4. Kekuatan pemaksaan dengan kekerasan
Kekuatan
dan kekuasaan untuk menghentikan, menghadang, dan mencampuri urusan
digunakan untuk memaksa pihak lain. Kekuatan-kekuatan memaksa dapat
dilihat misalnya dalam tindakan aparat membubarkan kegiatan seminar
aksi-aksi buruh mogok kerja agar tidak terjadi proses produksi,
pemaksaan masuknya orang yang dikehendaki dalam kepengurusan partai atau
organisasi potensial agar dapat mengendalikan keputusan-keputusan
organisasi; kekuatan senjata untuk pembubaran aksi-aksi;dan lainnya.
5. Aliansi dan jaringan jaringan kerja
Penggabungan,
pembentukan jaringan kerja atau aliansi merupakan kekuatan untuk
memperoleh sesuatu dalam organisasi. karena untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi diperlukan hubungan kerja yang kompleks baik antar individu
maipun antar kelompok.
Oleh
karenanya menjadi penting setiap kelompok interes membangun
persekutuan, persekongkolan atau kubu, dan membangun jaringan. Perebutan
posisi di dalam sebuah organisasi kelihatannya tidak pernah sepi dari
persekongkolan antar individu maupun antar kelompok kecil.
Tetapi
dalam menggoalkan tujuan-tujuan besar, seperti demokratisasi, keadilan
gender, kelesrarian lingkungan, penegakan hak azasi manusia mewujudkan
pemerintahan yang bersih, dan sebagainya agaknya memerlukan persekutuan
dan networking lebih luas .Oleh karena itu didunia ini ada jaringan
kerja untuk menegakan hak azasi manusia, ada jaringan mengenai keadilan
gender, ada jaringan untuk pelestarian lingkungan, kesehatan, narkoba
dan sebagainya.
6. Akses kepada dan kontrol terhadap agenda pembahasan
Akses
kepada kontrol agenda pembahasan merupakan kekuatan yang dapat
digunakan untuk menentukan arah keputusan. Kekuatan ini adalah hasil
tindakan persekutuan dari jaringan yang luas yang bekerja jauh
sebelumnya.
Jadi
wacana mengenai demokratisasi, hak azasi manusia atau isu-isu dalam
bidang kesehatan yang cukup gencar di Indonesia misalnya selain
merupakan kebutuhan rakyat Indonesia sendiri juga memperoleh sambutan
pihak luar yang mempunyai kepedulian yang sama, sehingga arus pembahasan
hal tersebut menjadi semakin kuat.
7. Mengendalikan tujuan dan simbol-simbol.
Kemampuan
ini sering dimiliki oleh kelompok elit dan pemimpin opini sehingga
dapat menentukan siapa kita, apa yang kita yakini dan nilai-nilai apa
yang kita anut.
8. Kekuatan perorangan
Kekuatan
perorangan seperti halnya kharisma individu, keterampilan politik,
kepintaran bicara, dan kemampuan mengartikulasi pandangan yang
berkekuatan melalui penampilan kerakteristik individual yang
mengesankan.
3.3.10 Teknik Negosiasi
Beberapa tehnik penting yang perlu disiapkan dalam negosiasi
— Menduga dukungan ( Informasi)
— Mengatur waktu (termasuk untuk istirahat)
3.3.11 Teknik Persiapan Untuk Pelaku
— Berpikir tangkas mandiri, jernih menjaga keseimbangan sehingga terhindar kebuntuan
— Mempunyai kemampuan komunikasi atau dapat menyampaikan pandangan dengan baik teratur.
— Sifatnya formal
— Bentuknya baku
— Aktornya ditentukan
— Pendekatan 2 arah
— Tempat & waktu ditentukan
— Target kesepakatan perunding
3.3.12 Cara Negosiasi
LUNAK KERAS PRINSIP
— Teman Lawan Masalah
— Pesetujuan Kemenangan Kep Bijak
— Orang/Msl Org/Msl Lunak Org-Ker Msl
— Penawaran Ancaman Telusuri kepentingn
— Yang mana Satu diterima Ajukan pilihan
3.4 TEKNIK ADVOKASI
KETRAMPILAN MANAJERIAL
UNTUK LEMBAGA SOSIAL MASYARAKAT
Advokasi
adalah seperangkat tindakan terarah yang ditujukan pada pembuat
keputusan untuk mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Advokasi
adalah suatu sains dan seni yang apabila dirancang dengan Sistematis dan
Benar hasil advokasi akan efektif dan baik. Secara umum advokasi akan
mempengaruhi penentu kebijakan (melalui Lobby, Perda, dan lain-lain)
untuk membentuk opini publik lewat media masa dalam upaya populis
mendidik massa lewat aksi kelas.
3.4.1 Tujuan Advokasi
Terciptanya Perubahan Kebijakan Peraturan-peraturan, dukungan sumber daya, dan lain-lain, untuk memecahkan masalah tertentu.
3.4.2 Tahapan Proses Advokasi
1. Identifikasi Isu
2. Tentukan Maksud dan Tujuan
3. Identifikasi dan tetapkan Sasaran
4. Membangunan dan Menggalang dukungan
5. Menentukan pesan
6. Memilih saluran komunikasi
7. Pengumpulan dana
8. Pelaksanaan Rencana Kerja
9. Kegiatan kontinyu dalam monitoring evaluasi
3.4.3 Identifikasi Isu Advokasi
· Problem yang bersumber dari Kebijakan yang dihadapi dan perlu dipecahkan.
· Maksud dan Tujuan:
· Maksud:
* Pernyataan hasil yang ingin dicapai untuk memecahkan problem
* Merupakan target jangka panjang ( 3 - 5 tahun) dan kegiatan
advokasi tersebut dan merupakan visi untuk perubahan.
· Tujuan: *Tujuan yang bersifat jangka pendek merupakan tahapan untuk mencapai Tujuan jangka panjang.
· Persyaratan Tujuan Advokasi
· S : Spesifik
· M : Measurable
· A : Achievable
· R : Realistic
· T : Time bound
Reference :
- Anwar,DF.,Pramono.D.M.,
Maschab., M.Busyiri,M.A., Wahab,S. Lobbying dan Negosiasi, advokasy
1997. Orientasi pendalaman bidang Tugas DPRD, badan pendidikan dan
pelatihan Depdagri.
- Budi.R, makalah MMKP 1998
- Thorn. G.J 1995 terampil bernegosiasi.
No comments:
Post a Comment